Saturday, January 30, 2016

MEMANCING BELUT

Memancing Belut- Majalah Bobo
Memancing Belut- Majalah Bobo
Tayang di Majalah Bobo Edisi. 04, 2 Mei 2013

    Kletok!
    Bagas meletakkan stick PlayStation. Sudah dua jam lebih ia memainkan Winning Eleven terbaru setelah makan siang tadi. Ia merasa bosan bermain sendiri. Liburan sekolah kali ini hanya diisi dengan bermain game saja. Ayah dan ibunya sangat sibuk berjualan di pasar. Hingga tak ada acara piknik keluarga ke tempat wisata.
    Akhirnya, Bagas memutuskan keluar rumah untuk menghilangkan kejenuhannya. Ia mengambil sepeda di garasi. Semenjak Bagas dibelikan PlayStation  oleh Ayah, ia tak pernah lagi bermain di luar rumah dengan teman-teman sebaya.
    Ayah dan Ibu senang Bagas selalu berada di rumah. Sebab mereka tak bisa selalu mengawasi Bagas karena terlalu sibuk di pasar. Itulah alasan mereka membelikan Bagas PlayStation.
    Di tengah jalan ia berpapasan dengan Rudi dan Tono. Di tangan mereka masing-masing memegang sebuah embar dan sebilah lidi enau yang sudah dipasangi tali senar dan kawat pancing.
    “Kalian mau kemana?” tegur Bagas.
    “Kami mau memancing belut,” jawab Tono.
    “Memancing belut?”
    “Iya. Kamu mau ikut?” tawar Rudi.
    Bagas mengangguk. Dari pada tidak tahu harus kemana, mendingan ikut mereka, pikir Bagas. Ia juga penasaran bagaimana cara memancing belut? Kalau memancing ikan Nila dan ikan Mas, ia pernah ikut bersama Ayah yang memang hobi memancing, di kolam pemancingan.
Bagas menitipkan sepedanya di rumah Tono. Mereka langsung menuju sawah yang tak terlalu jauh dari perkampungan. Mulanya Bagas ragu menginjakkan kaki di lumpur. Ia takut kotor. Bagas hanya berdiri di pematang.
“Ayo...! Tidak apa-apa.” kata Rudi.
Bagaspun menurut. Ia turun dengan pelan. Bagas tidak takut lagi celana pendeknya kotor. Nanti bisa dicuci di sungai. Bagas meminta Tono untuk menjelaskan bagaimana cara memancing belut.
“Mula-mula temukan dulu lobang kecil di permukaan lumpur.” jelas Tono. “Setelah itu jentikkan jari di permukaan lobang, jika airnya naik berarti ada belutnya. Tinggal kita ulurkan saja pancing kita,” tambah Tono.
    Bagas mengangguk mengerti. Ia mencari-cari lobang di atas lumpur. Tak berapa lama ia menemukannya. Ia tampak senang.
    “Hei...di sini ada lobang!” teriak Bagas. Tono dan Rudi segera mendekat.
    “Coba jentikkan jarimu,” suruh Rudi. Bagas menjentikkan jarinya di permukaan lubang. Tiba-tiba air dalam lobang tampak naik dan meluber keluar.
    “Iya, itu lobang belut. Cepat ulurkan pancingnya,” kata Tono penuh semangat.
    Karena Bagas belum tahu cara memancing belut, maka Rudi yang melakukannya. Ia melambung-lambungkan umpan di atas permukaan air pada lobang. Air dari lobang naik ke permukaan.
    Cuuuup!
    Umpan disambar dan langsung ditarik ke dalam lobang. Setelah mendiamkan beberapa detik Rudi menariknya.
    “Kena...!” jerit Rudi. Ia menarik senarnya dengan kuat. Belutpun terayun-ayun keluar dari lobang.
    “Wah...., belutnya besar sekali.” kata Bagas kagum. Tono dan Rudi pun tak kalah senang. Ini tangkapan pertama mereka.
    Dengan penuh semangat mereka mencari lobang-lobang belut yang lain. Bagas kembali menemukan sebuah lobang di pinggiran pematang. Ia mengulurkan pancing. Dan... cuuppp! Umpannya langsung disambar.
    Begitu senar berhasil ditarik, Bagas terlonjak kaget dan melompat ketakutan. Ternyata yang ia pancing tadi bukan lobang belut, tapi lobang ular. Tono dan Rudi meminta maaf  karena tadi lupa menjelaskan, bahwa tak semua lobang di sawah itu lobang belut.
    “Untung bukan tangan kamu yang digigitnya,” kata Tono. Bisa ular tanah memang tak sehebat bisa ular cobra. Tetapi ular tanah juga cukup berbahaya.
 Tak terasa waktu sudah sore. Ember mereka sudah penuh puluhan belut. Bagas senang sekali, ternyata memancing belut lebih menyenangkan dari bermain game. Ketika Tono mau memberikan jatah Bagas, ia menolak. Bagas bilang ia tak pernah makan belut, dan tak ada yang bisa memasaknya di rumah.
    Ketika Bagas makan malam bersama Ayah dan Ibu, Tono datang bertamu. Tangan Tono menenteng sebuah rantang.
    “Apa ini?” tanya Bagas ketika Tono memberikannya.
    “Belut hasil tangkapan kita yang sudah dimasak ibuku dengan sambal kuning,”
    Ayah dan ibu saling pandang, mereka juga tak pernah makan daging belut. Karena penasaran akhirnya mereka mencicipi.
    “Wah...,enak sekali,” Puji Ibu. Ayah dan Bagas juga tak ketinggalan memberikan pujian. Mereka baru tahu ternyata daging belut itu enak sekali.
    Ayah yang hobi memancing meminta Bagas dan Tono mengajaknya memancing belut besok. Ibu juga berjanji akan belajar bagaimana cara memasak belut yang enak pada ibunya Tono.
    Bagas gembira sekali. Akhirnya orangtuanya ada waktu menemaninya. Pasti menyenangkan memancing belut bersama ayah, batinnya. Bagas sudah tak sabar menunggu hari esok tiba.

    Barabai, 19 Feb 2012

MEMANCING BELUT Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Saleh Khana

0 komentar:

Post a Comment

Powered by Blogger.