Tuesday, October 27, 2015

Pementasan Karya dari Para Peraih Nobel Sastra






Judul Buku     : Menggali Sumur dengan Ujung Jarum
Penulis            : Tia Setiadi
Penerbit          : Diva Press, Yogyakarta.
Tahun              : I,
April 2015.
Tebal               : 2
08 halaman.
ISBN               : 978-602-255-8
52-1

            Buku ini merupakan kumpulan tulisan dari sastrawan-sastrawan besar dunia. Karya-karya mereka sudah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dan dibaca oleh orang-orang pecinta sastra dari berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Dari karya-karya itu ada hal yang ingin mereka sampaikan, yang juga dapat diambil pesan-pesan inspiratif, ide-ide beserta gagasan, yang di sampaikan lewat tulisan hasil buah pikiran dan imajinasi liar mereka.  
            Jorge Luis Borges, misalnya, walaupun ia mengalami kebutaan total pada sebelah matanya, tetapi niatnya untuk terus menulis tidak pernah surut. Ia tidak memperkenankan kebutaan untuk mengintimidasinya. Ia tidak pernah menyerah pada takdir. Kebutaan tak menjadi kemalangan mutlak baginya, dan tak seharusnya orang melihatnya dengan cara yang menyedihkan. Ia malah bersyukur dengan kebutaan yang ia alami.
            Menjadi buta menjadi keuntungan sendiri bagi Jorge. Ia merasa berhutang pada kegelapan yang telah banyak memberikan penghargaan bergengsi buatnya. Dari kegelapan lahir karya-karya besarnya yang membuat ia meraih nobel sastra. Hadiah dari Anglo-Saxon, pengetahuan terbatasnya tentang Islandia, kegembiraan dari begitu banyak baris puisi dan sajak yang berhasil ia ciptakan, dan juga buku-buku sastra yang telah ia tulis. (halaman 103).
            Tak berbeda dengan Jorge, Orhan Pamuk, sastrawan asal Turki ini juga begitu mencintai dunia sastra. Ia menghabiskan hidupnya hanya untuk sastra. Tanpa sastra hidupnya akan terasa kurang tiada gairah. Tanpa sastra hidupnya terasa bagai mayat hidup. Banyak alasan mengapa ia begitu sangat menyukai sastra. Dorongan batin selalu memintanya untuk terus menulis, sehingga tak mungkin bisa ia tinggalkan hingga akhir hayatnya nanti.
            “Saya menulis karena saya menyukai bau kertas, pena, dan tinta. Saya menulis karena saya percaya pada sastra, pada seni novel, lebih dari kepercayaan saya pada yang lainnya. Saya menulis karena ia adalah kebiasaan, gairah. Saya menulis karena saya takut dilupakan. Saya menulis karena saya tak pernah bahagia. Saya menulis untuk bahagia” (halaman 165).
            Naguib Mahfouz mulai mencintai sastra kerena jiwanya terusik  berbagai bencana yang terjadi dari belahan dunia. Ia merasa takdirnya, di lahirkan dalam pangkuan dua peradapan, untuk menyerap air susunya, melahap kesusastraan, dan kesenian mereka. Menurut Naguib, semi itu murah dan simpatik.
Baginya, seni tinggal bersama mereka yang bahagia dan dalam cara yang sama. Seni juga tak meninggalkan mereka yang malang. Seni menganugerahkan kepada keduanya cara-cara yang tepat untuk mengekspresikan segala sesuatu yang kacau di dada mereka. Pada kesempatan yang menentukan dala sejarah peradapan ini, tak bisa dibayangkan dan tak bisa di terima bahwa ratapan umat manusia itu mesti dibiarkan meluput dalam kehampaan. (halaman 174).
            Seamus Heaney juga merasakan hal sama. Sastra adalah hidupnya. Puisi-puisi yang ia tulis menggambarkan kegelisahan relung hatinya. Ia menghargai puisi lantaran membuat perjalanan ruang angkasa menjadi mungkin. Ia begitu menghargai puisi sebab segurat baris puisi yang ia tulis dengan jujur selalu memerintahkan dirinya untuk ‘berjalan di udara menentang penilaianmu yang lebih baik.
            Seamus begitu mencintai puisi karena dapat membuat sebuah tata seperti halnya member dampak pada kenyataan eksternal dan sepeka hukum-hukum batin dari keberadaan seorang penyair laiknya tetesan-tetesan yang menetes ke dalam dan keluar menyeberangi genangan air di dalam ember dapur lima puluh tahun silam. (halaman 184).
           
            Enam penulis peraih nobel sastra mencurahkan ide, hasrat, dan imajinasi mereka dalam buku ini. Darinya kita bisa mengambil gambaran dan inspirasi, bahwa hidup tidak pernah bisa berjalan tanpa orang lain. Hidup akan terus berlanjut walaupun kekurangan dalam diri memaksanya untuk terus berhenti. Bagi mereka seni adalah bahasa. Bahasa yang dapat menyampaikan kegelisahan maupun kebahagian dalam hati. Selamat membaca. 

Dimuat Koran Jakarta, 24 September 2015

Pementasan Karya dari Para Peraih Nobel Sastra Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Saleh Khana

4 komentar:

  1. Blog yang bagus.... semoga terus berkembang....Saya ingin berbagi wawancara dengan Gabriel Garcia Marquez (imajiner) artikel di http://stenote-berkata.blogspot.hk/2017/09/wawancara-dengan-gabriel.html

    ReplyDelete
  2. Mau tanya. Apakah perlu berlangganan dulu untuk mendapatkan versi e-papernya Koran Jakarta? Terima kasih.

    ReplyDelete
  3. Mau tanya. Apakah perlu berlangganan dulu untuk mendapatkan versi e-papernya Koran Jakarta? Terima kasih.

    ReplyDelete
  4. Mau tanya. Apakah perlu berlangganan dulu untuk mendapatkan versi e-papernya Koran Jakarta? Terima kasih.

    ReplyDelete

Powered by Blogger.