Wednesday, January 27, 2016

JALAN KALBU PARA PERINDU TUHAN

 
Resensi ini dimuat di Koran Pantura, 13 Jan 2016

Judul Buku     : Mengaji Al-Hikam
Penulis            : Syekh Abu Madyan al-Magribi
Penerbit          : Zaman
Tahun              : I,  2015. 
Tebal               : 331 halaman.
ISBN               : 978-602-1687-76-5

    Membaca judul buku ini, mungkin yang terbersit dalam pikiran kita adalah al-Hikam karangan Ibnu Athaillah. Kitab itu memang sungguh luar biasa, memukau dengan kedalaman makrifat lewat untaikan kata-kata mutiaran yang memesona. Namun, buku ini bukanlah terjemahan dari kitab al-Hikam Ibnu Athaillah, melainkan terjemahan dari al-Hikam karangan Syekh Abu Madyan al-Magribi.
    Syekh Abu Madyan al-Magribi sudah mengarang kitab ini jauh sebelum Ibnu Athaillah lahir. Ibnu Athaillah lahir enam puluh tahun setelah Syekh Abu Madyan al-Magribi wafat.  Kini, al-Hikam al-Ghautsiyyah sudah berusia lebih dari delapan ratus tahun. Syekh Abu Madyan al-Magribi adalah salah satu sufi Andalusia paling di hormati dan berpengaruh pada masanya.
    Butir-butir hikmah yang teruntai dalam setiap kalimat dalam buku ini akan menuntun kita untuk menemukan mutiara-mutiara hakikat, sehingga kita bisa melihat kenyataan dengan lensa iman, sadar akan kesementaraaan dunia dan tidak mencintai dunia melebihi cinta pada Sang Khalik, dan bergegas menuju dan mengejar keabadian di akhirat.
    Syekh Abu Madyan al-Magribi berkata: jika kau ingin menjadi hamba, saksikanlah amalmu dengan pandangan riya, saksikan ahwalmu dengan pandangan pengakuan, dan saksikan ucapanmu dengan pandangan dusta. Hikmah dari untaian kata itu menjelaskan bahwa melihat amal dengan pandangan riya bisa menjadikan diri tidak merasa berpuas diri dengan amalnya. Rasa tidak puas itu merupakan pangkal ibadah. (halaman 37).
    Ungkapan senada juga disampaikan oleh Ibnu Athaillh dalam al-Hikam karyanya “Pangkal segala maksiat, kelalaian, dan syahwat adalah kepuasan diri. Sebaliknya, pangkal ketaatan, kesadaran, dan kemuliaan adalah perasaan tidak puas terhadap kondisi diri. Bersahabat dengan orang bodoh yang tidak puas dengan kondisi dirinya lebih baik daripada menemani orang berilmu yang puas dirinya.”.
    Dalam untaikan kata hikmah lainnya Syekh Abu Madyan al-Magribi mengatakan ada tiga orang yang paling berbahaya dalam hidup ini. Beliau berujar; bahaya paling besar adalah berguru kepada ulama yang lalai, sufi yang bodoh, atau penasihat yang penjilat
    Ketiga hal ini itu dapat dijelaskan dengan sangat jelas lewat buku ini. Pertama, ulama yang lalai, karena perkataannya menunjukkanmu kepada Tuhan, sementara perilakunya buruk dan keadaannya hina, menjauhkanmu dari selain Dia. Kedua, sufi yang bodoh. Berguru kepada sufi yang bodoh sangat berbahaya, karena ia bisa melenyapkan pendengaran dan membutakan penglihatan. Seorang sufi yang bodoh mengaku berada dalam hakikat kebenaran, tetapi sesungguhnya ia terpisah jauh darinya.
    Ketiga, penasihat yang penjilat. Penasihat seperti ini hanya mengharapkan harta dan imbalan dari orang yang dinasihatinya. Ia memberi nasihat semata-mata untuk mendapatkan apapun yang disukainya. Ia mengucapkan sesuatu yang ia sendiri tidak melakukannya. Ia mencegah orang lain dari kelalaian, sementara ia sendiri paling lalai. (halaman 48-50).
    Syekh r.a. juga menjelaskan lewat untaian kata hikmah lainnya, bahwa kau tidak bisa mencapai kedudukan orang merdeka sebelum keluar dari belenggu yang menawanmu dan sebelum kau meninggalkan dunia ini. Ada tiga macam tawanan, yaitu tawanan diri, tawanan syahwat, dan tawanan hawa nafsu. Tawanan diri adalah yang paling penting sehingga Syekh meletakkannya paling awal, sebab, diri merupakan tempat kediaman bagi dua penawan lainnya, yaitu syahwat dan hawa nafsu.
    Keduanya mungkin akan meninggalmu, tetapi dirimu akan senantiasa bersamamu dalam seluruh hidupmu. Betapa berat menghadapi musuh yang telah melekat dan bercampur dalam darah dan dagingmu. Betapa sulit melepaskan diri dari musuh yang dapat menyerang dan membinasakanmu kapan saja. Jika kau memuliakan dirimu, ia tidak akan memuliakanmu. (halaman 132-134).
    Selain lebih tua hampir satu abad daripad al-Hikam Ibnu Athaillah. Al-Hikam Abu Madyan juga disebut-sebut sebagai salah satu karya terpenting spiritualitas Islam. Tak heran, bila banyak ulama setelahnya mengulas kitab ini. Diantara buku-buku ulasan lainnya, karya inilah yang paling singkat dan padat, juga karya dengan dasar yang kuat. Baca buku ini, dan temukan mutiara-mutiara hikmah sebagai penyiram kalbu untuk perubahan diri yang lebih baik. Selamat membaca.

JALAN KALBU PARA PERINDU TUHAN Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Saleh Khana

0 komentar:

Post a Comment

Powered by Blogger.