(Dimuat di Koran Jakarta, 23 Februari 2013)
Judul
Buku : Secuil Hati Wanita di Teluk Eden
Penulis : Vanny Chrisma W.
Penerbit : Berlian (Diva Press), Yogyakarta.
Tahun : I, Desember 2012.
Tebal : 256 halaman.
ISBN : 978-602-7640-66-5
Penulis : Vanny Chrisma W.
Penerbit : Berlian (Diva Press), Yogyakarta.
Tahun : I, Desember 2012.
Tebal : 256 halaman.
ISBN : 978-602-7640-66-5
Terjebak
dalam kemiskinan membuat banyak rakyat Somalia menderita kelaparan. Pekerjaan sehari-hari
sebagai nelayan pencari ikan tak mampu mengubah nasib buruk mereka. Anak-anak
dan orang tua menderita kekurangan gizi. Tubuh mereka kurus, hanya tinggal kulit
tipis yang membalut tulang.
Hal itulah yang melatar
belakangi banyaknya bermunculan kelompok-kelompok bajak laut di perairan
Somalia. Menjadikan Somalia terkenal dengan negeri para perompak Mereka
membajak kapal-kapal kargo yang melewati perairan tersebut, dan menyandera para
awak kapal untuk diminta tebusan. Bahkan sejumlah WNI pernah menjadi sandra
komplotan bajak laut Somalia.
Vanny
Chrisma W. penulis yang sudah menerbitkan banyak buku ini, untuk kali ini mengangkat
tema tersebut dalam novel setebal 256 halaman ini. Novel ini mencoba menggambarkan
betapa menderitanya rakyat Somalia yang selalu terkungkung dalam penderitaan
setiap hari. Mereka harus mengantri berhari-hari demi mendapatkan semangkok
bubur. Kadang-kadang malah tak kebagian karena telah habis.
Adalah
Dela Eden, seorang wanita yang tinggal di Mogadhisu, yang selalu dengan setia
menanti suaminya, Akinsanya, pulang melaut mencari ikan. Akinsanya kadang hanya
memperoleh sedikit ikan, sehingga tak ada yang bisa dijual lagi untuk membeli
beras. Sehingga mereka sekeluarga hanya
makan ikan saja. Bagi Dela Eden apapun yang mereka makan tak terlalu masalah. Baginya,
Akinsanya pulang dengan selamat saja sudah membuat dirinya bahagia. (hal.
16-22).
Namun,
tidak demikian dengan suaminya. Akinsanya merasa menderita melihat keluarganya
selalu dalam kekurangan. Apalagi mereka telah mempunyai seorang anak laki-laki,
Dzigbode, yang sudah beranjak remaja. Kebutuhan keluargapun tentu semakin
bertambah besar.
Akinsanya
bersama Barack, teman melautnya, akhirnya memutuskan untuk menjadi bajak laut
tanpa sepengetahuan Dela Eden. Mereka lalu pergi ke Teluk Eden untuk menemui
sang ketua perampok, Machupa. Sang ketua perampok menerimanya dengan senang
hati, setelah Akinsanya berjanji bertaruh berani mati dalam menjalankan
tugasnya. (hal. 35-44).
Lama
meninggalkan Dela Eden, membuat kerinduan Akinsanya membuncah. Dengan restu
sang ketua bajak laut, ia menemui isterinya. Karena selalu kwatir dengan
keadaan anak dan isterinya yang selalu ditinggalkan pergi, Akinsanya akhirnya
memaksa Dela Eden untuk ikut bersamanya dan tinggal bersama keluarga-keluarga
bajak laut lainnya di Teluk Eden.
Akinsanya
harus bertaruh nyawa setiap kali membajak kapal yang lewat, tetapi hasil yang
ia dapatkan tidak sesuai dengan pengorbanannya. Machupa terlalu banyak
menikmati hasil rampokannya. Karena dibawa rasa dendam, Akinsanya memutuskan
membunuh sang ketuanya itu. (hal. 182-188).
Kosongnya
kursi ketua membuat rencana kerja mereka berantakan dan tak terorganisir.
Setelah mengadakan pertemuan, seluruh bajak laut sepakat mengangkat Akinsanya
menjadi ketua bajak laut yang baru. Selain berani, ia juga pintar mengatur
strategi, serta adil dalam membagi hasil rampokan.
Namun,
semenjak menjadi bajak laut sikap Akinsanya berubah pada Dela Eden. Sikapnya
yang dulu lembut dan penyayang, kini sering berbuat kasar dengan memukul
isterinya, bengis, dan semena-mena pada Dela Eden. Tetapi, karena rasa
sayangnya pada suaminya, Dela Eden rela menanggung itu semua. Walau sejujurnya,
ia lebih menyukai kehidupan yang dulu ketika hidup dalam kemiskinan dan
kekurangan.
Novel yang di
tulis dengan deskripsi dan narasi yang memukau serta detail membuat cerita ini
terasa begitu nyata. Ketika membaca novel ini, kita seolah-olah di ajak pergi ke Teluk Eden. Kita dapat merasakan bagaimana gelombang batin
Dela Eden menjadi isteri seorang bajak laut. Kita juga akan terbawa rasa miris
melihat bagaimana rakyat Somalia berjuang hidup dalam garis kemiskinan. Satu
pesan yang dapat kita ambil dalam novel ini, bahwa kemiskinan selalu bisa
membuat siapapun berbuat nekat demi untuk bertahan hidup.
0 komentar:
Post a Comment